Kamu pembenci genre K-Pop? Mungkin saya bisa membantu untuk sedikit menjernihkan pikiranmu
Di tahun lalu, penyanyi PSY telah menembus pertahanan Amerika dengan Lagunya yang berbahasa Korea. Tidak hanya Amerika, bahkan PSY telah memberikan celah untuk Korea Selatan menjajah dunia dengan tarian Gangnam Style. Sejak itu, nama K-Pop menjadi buah bibir, dan saya yakin kamu pun ikut membicarakannya. Jadi, apakah Gangnam Style telah menyelamatkan musik Asia? Ya. Tetapi, satu single saja tidak cukup kuat untuk meningkatkan penjualan musik di Asia, terutama dalam hal penjualan album baik secara digital maupun fisik (CD, DVD).
Mengikuti zaman yang serba terhubung dengan internet, para musisi pun berlomba-lomba untuk merilis album dan single dalam bentuk digital. Melalui berbagai media seperti Spotify, YouTube, iTunes, Amazon, Pandora, dan berbagai media musik lainnya, masyarakat dapat dengan mudah menikmati lagu dari artis favoritnya hanya dengan sekali 'klik' saja; mengunduh dan streaming. Itulah yang membuat penjualan album secara digital naik ke angka 4,4 milyar di tahun 2012, sebelumnya di tahun 2011 hanya mencapai 4 milyar saja.
Namun, sepertinya hal itu tidak terlalu berimbas terhadap Asia. Meluncurnya iTunes di kawasan Asia tidak terlalu berdampak pada sektor penjualan. Di tahun 2012 penjualan musik digital di Asia justru jatuh sebesar -19%. Terutama di negara Jepang dan Korea Selatan, penjualan digital di kedua negara tersebut turun sebanyak -25%. Tingkat pembajakan di Jepang yang masih tinggi dan runtuhnya salah satu layanan digital terbesar di Korea Selatan adalah penyebab dari jatuhnya angka penjualan.
Dan segala kejatuhan ini justru membuka pintu bagi sektor penjualan fisik. Perusahaan rekaman mengendus peluang ini dan membuat sesuatu yang dapat mengubah keadaan.
Jepang Memimpin
Di Jepang, penjualan secara fisik naik tajam (+13%), penjualan CD album di Jepang meningkat (+11%), dan peranan K-Pop disini sangatlah besar. Contohnya, girlband asal Korea Selatan seperti KARA dan Girls' Generation, mereka merilis album dengan berbagai versi, menampilkan cover yang berbeda dengan wajah setiap personelnya, yang menuntun para penggemarnya yang ada di Jepang untuk membeli lebih dari satu album hanya karena ingin memiliki versi eksklusif dari artis favoritnya.
"CD telah menjadi merchandise baru di Asia" kata Sandy Monteiro, Presiden Universal Music Group wilayah Asia Tenggara.
Cara penjualan seperti ini telah membawa Jepang ke peringkat 2 dalam urutan penjualan album musik di seluruh dunia. Asia telah menjadi pionir dalam kebangkitan penjualan CD.
K-Pop Dalam Misi Menyelamatkan Asia
Yang kita harus tahu adalah, perusahaan label rekaman Korea Selatan seperti S.M.Entertainment memiliki strategi marketing yang tidak biasa. Mereka kian membentuk sub-group dari group yang sudah ada. Maksudnya? Seperti boyband asal Korea Selatan, Super Junior; secara keseluruhan mereka beranggotakan 10 orang, 9 diantaranya (1 orang tidak aktif karena mengikuti wajib militer) dipisah menjadi 4 sub-group dengan nama Super Junior-K.R.Y, Super Junior-T, Super Junior-H, dan kuhususnya Super Junior-M (Mandarin). Dengan strategi seperti ini, mereka diharapkan dapat mendominasi tangga lagu di Cina, yang juga akan berdampak pada sisi penjualan.
Walaupun pada kenyataannya penjualan album secara digital maupun fisik di Cina tak juga kunjung 'melangit' seperti di Jepang. Namun, bayangkan apabila girlband seperti Girls Generation atau yang lainnya ikut membuat sub-group khusus untuk dipasarkan di negara lain, dan menerapkan cara penjualannya yang telah sukses mendongkrak Jepang, apakah nasib penjualan musik di negara tersebut akan ikut terseret naik? Mungkin.
K-Pop bukan hanya sebuah genre, K-Pop adalah simbol, sebuah 'angkatan bersenjata' yang siap dikerahkan, jika sebuah negara telah disusupi olehnya, maka bersiaplah untuk terjajah, dan merasakan nikmatnya kenaikan angka penjualan di sektor musik.
Sumber: International Federation of the Phonographic Industry (IFPI)